WELCOME

WELCOME TO MY BLOG ..

tulisan ini aku dedikasikan untuk ayah dan ibu ku.
aku baangga sama mereka. aku sayang mereka. dan aku akan terus berusaha menjadi anak yang berbakti pada mereka.

Rabu, 06 April 2011

Di sini saya belajar untuk . . .

Menjadi bagian dari anggota keluarga besar fakultas psikologi di sebuah perguruan tinggi swasta yang ada di Jakarta membuat saya harus bisa menyesuaikan diri dengan cara dan metode belajar yang berbeda dari yang ada di SMA. Selama di SMA, saya adalah seorang pelajar yang "biasa-biasa" saja. Saya bukan orang yang pandai di akademik dan bukan orang yang getol mengikuti segala jenis kegiatan atau kepanitiaan. Dalam belajar, saya juga bukan orang yang rajin untuk membaca dan mengerjakan tugas. Jujur saja, saya sering menyontek saat ujian. Saya juga sering meng-copy pekerjaan teman. Namun, saya bukan orang yang mentah-mentah mencerna segala hal yang saya contek. Saya pasti bertanya pada si empu nya jawaban, bagaimana cara nya bisa mendapatkan jawaban itu. Namun, jika saya sudah malas, ya sudah. Saya akan mencontek begitu saja.

Sekarang, saya telah menjadi mahasiswa dan saya harus menyesuaikan diri dengan cara belajar disini. Bahkan, . saya merasa sering tergopoh-gopoh untuk mengejar semua materi. Awalnya, saya semangat dan rajin sekali untuk mencatat, bahkan pergi ke perpustakaan untuk mencari buku-buku yang wajib dan ingin saya baca. Namun, lama- kelamaan saya mulai malas untuk mengerjakan semua tugas. Waktu 24 jam terasa sangat singkat dan benar-benar kurang untuk saya mengerjakan segala tugas yang ada. Terkadang saking penuhnya tugas, namun untuk menyelesaikan semua itu tidak didukung oleh kondisi fisik saya, maka saya biasanya mengerjakan tugas di last minute alias detik-detik terakhir. Sebuah kebiasaan buruk memang, namun saya memiliki alasan tersendiri kenapa melakukan hal itu.

Ketika saya sudah mulai lelah namun masih banyak tugas yang harus saya selesaikan, saya lebih memilih untuk beristirahat lebih dulu karena saya lah yang mengetahui kondisi fisik saya. Dengan mengistirahatkan sejenak otak dan fisik saya, biasanya untuk mengerjakan tugas akan lebih "masuk". Hal ini saya lakukan karena saya orang yang mudah terkena penyakit. saya tidak mau merepotkan mereka, oleh karena itu, lebih baik saya beristirahat sejenak.

Saat ujian, biasanya saya bekerja sama dengan teman (alias mencontek). Hal itu sudah saya lakukan sejak saya SMP. Kacau, bukan? Namun, lama-kelamaan saya sadar hal itu justru membuat saya lebih repot. Repot karena harus mempersiapkan jawaban di selembar kertas kecil, repot karena saat ujian saya harus mengatur strategi agar tidak diketahui guru, dan repot-repot yang lainnya. Mencontek, bagi saya adalah sebuah bentuk rasa takut dan khawatir akan gagalnya saya di ujian. Itulah yang saya alami, karena saya tidak belajar! Akhirnya, di tingkat dua SMA, saya mulai mengurangi kebiasaan mencontek. Meskipun sulit dan jika tidak mencontek saya mendapat nilai yang lebih jelek, tapi saya mendapat sebuah kepuasaan tersendiri. Puas karena saya mampu mengerjakan soal ujian dengan kemampuan sendiri. Dari kebiasaan ini (yang saya lakukan pelan-pelan dan memang cukup sulit), saya belajar untuk semakin rajin mempersiapkan diri menghadapi ujian atau pun quiz. Meskipun nilai nya tidak memuaskan, namun saya tetap bangga dan merasa lebih puas.

Di universitas saat ini, saya harus semakin getol mempersiapkan diri mengadapi ujian. Ibarat seorang pertapa, seperti itulah saya saat berada di ruang ujian. Tidak ada tengok-tengokan, siul-siulan, atau pun tukar menukar kertas bersi jawaban. Awalnya sulit bagi saya untuk beradaptasi dengan cara seperti ini, tapi disinilah tantangannya. Kalau yang lain bisa, kenapa saya tidak? Begitu pikiran saya.

Dari rangkaian kebiasaan diatas, lama kelamaan saya semakin terbiasa untuk mempersiapkan diri menghadapi ujian dan mengerakan tugas-tugas dengan baik. Waktu begitu berharga bagi saya saat ini. Saya bisa santai ketika tugas selesai, jika belum selesai, bagi saya (saat ini) tidak ada istilah santai.

Oleh karena itu, saya ingin berterima kasih. Berterima kasih pada teman-teman di fakultas, dosen-dosen, dan peraturan-peraturan yang ditetapkan. Dari mereka lah saya belajar untuk mengubah semua kebiasaan buruk saya, meskipun dengan pelan-pelan. Terima Kasih..

Minggu, 27 Maret 2011

ayah, ibu .. terima kasih

Aku merasa kaget ketika menerima kabar ayahku menjadi salah seorang korban pemutusan hubungan kerja disaat aku berada di tingkat akhir Sekolah Menengah Atas. Aku bingung. Bingung dengan bagaimana nasib masa depanku, nasib keluarga ku? Aku frustrasi dan sempat berpikir untuk tidak melanjutkan kuliah selepas SMA.

Tapi, orang tuaku memang baik. Nasib pendidikan ku diperjuangkan. Setiap formulir pendaftaran Universitas yang hendak aku coba, dibiayai. Meskipun aku tahu, jumlah segitu bukanlah jumlah yang sedikit. Tapi, mereka tetap memancarkan senyum dan memberikan ku semangat untuk aku bisa kuliah di tempat yang aku dambakan dan di jurusan yang menjadi keinginanku.

Aku sedih. Sedih karena mimpi ku untuk bisa diterima di perguruan tinggi harus gagal. Aku pun tetap diperjuangkan untuk bisa kuliah. Ayahku bilang, aku harus mencari pilihan universitas lain. Universitas swasta yang memiliki kualitas bagus. Orang tua ku tidak mau aku dan adikku kuliah di tempat yang asal-asalan. Mereka bilang, "pendidikan kalian harus lebih tinggi dari ibu dan bapak".

Aku diterima di salah satu perguruan tinggi swasta di Jakarta. Meskipun lelah harus setiap hari bolak-balik Jakarta-Tangerang, aku berusaha bertahan. Hal ini aku lakukan, karena aku tidak ingin membuat mereka sedih. Sudah banyak biaya yang dikeluarkan untukku, dan kalau aku terus mengeluh, aku yakin mereka akan sedih. Setiap kali aku merasa bosan dan lelah akan tugas-tugas kuliah, aku berusaha untuk mengingat kedua orang tua ku. Mereka berjuang membiayai aku. Rasa lelah, cuaca panas atau hujan, tidak dihiraukan ayah ku. Ia terus berusaha untuk mendapatkan uang secara halal. Ia terus berusaha membiayai hidup kami, keluarganya.

Aku akui, aku sering "terpengaruh" teman-teman ku yang agak malas kuliah. Tapi, entah kenapa aku selalu merasa mendapat tamparan ketika pulang ke rumah. Melihat ayahku yang selalu menjemput ku setiap kali aku pulang kuliah, dengan senyum yang tulus dan raut wajah yang tidak terlihat lelah. Bahkan, ia selalu menanyakan bagaimana kuliah ku hari ini. Pernah suatu kali, aku tidak membawa jaket dan saat itu hujan deras. Ayahku rela melepaskan jaketnya dan memberikannya padaku. Hujan deras dan cuaca dingin tidak dipedulikannya. Ia terus melintasi jalan dengan motornya dan tujuannya hanyalah membawaku sampai rumah dengan selamat. Padahal aku tahu, dengan status ayahku sebagai seorang "korban PHK", beban yang ditanggung nya pasti berat.

Ibu ku yang selalu berusaha memenuhi kebutuhan dan gizi keluarga, meskipun aku tahu, ibu berjuang keras untuk bisa mencukup-cukupi pengeluaran dengan uang yang tidak seberapa. Setiap pagi, sebelum aku berangkat, aku selalu dibawakan bekal. Suatu kali, aku tidak sengaja bangun jam 4.30 pagi, dan aku melihat ibu ku sudah sibuk mempersiapkan bekal untuk aku dan adikku. Ibu ku bilang " biar kamu sama adik gak laper di sekolah dan di kampus. Makanya, ibu bawain bekal. Lagian, beli makan diluar mahal, kan?" Setiap kali aku pulang dari kampus, ibu ku selalu menyiapkan air hangat untuk mandi. Bahkan sering kali, teh manis hangat dan pisang goreng juga sudah tersaji di meja makan.

Ya Tuhan... Sungguh aku bodoh dan berdosa sekali kalau aku tidak bersyukur memiliki orang tua yang sangat jempolan. Aku tidak malu Tuhan meskipun ayahku adalah korban PHK dan saat ini tidak punya pekerjaan tetap. Aku bangga dengan ayahku yang memiliki semangat membara untuk keluarganya meskipun usia ayahku sudah setengah abad. Aku bahagia memiliki seorang ibu yang sangat perhatian. Aku tidak minder meskipun ibu ku bukanlah seorang wanita yang selalu ke salon untuk mempercantik diri. Aku tidak malu melihat ibu ku menggunakan pakaian biasa-biasa saja dan asyik memasak di dapur. Seorang istri dan ibu yang menjadi panutan untukku itulah ibu ku.

Akhir tahun 2010 menjadi tahun yang kelam buat keluarga ku. Ayahku sebagai pencari nafkah kehilangan mata pencahariannya. Kami sekeluarga juga sempat menyalahkan Tuhan. Namun, seiring berjalannya waktu, kami sadar bahwa cobaan yang kami hadapi semuanya adalah seturut kehendakNya. Tidak akan IA tinggalkan kami sendirian, itulah yang selalu menjadi semangat bagi kami untuk bangkit lagi disaat kami benar-benar "down".
Akhirnya, ayah dan ibuku memutuskan untuk berwirausaha. Mereka meminjam modal di bank. Mereka membuka sebuah bisnis alat-alat teknik dan batu gerinda.Tidak jauh beda dari pekerjaan ayahku yang dahulu. Sebuah bengkel kecil yang tidak jauh dari rumah dijadikan tempat usaha. Jatuh bangun dalam bisnis pun mereka rasakan. Bahkan, aku juga sudah mulai diajak berdiskusi dan diberi nasehat bahwa inilah kehidupan. Bukan melulu soal kesenangan, masalah besar seperti ini juga merupakan bagian dari kehidupan. Ketika jatuh, ingatlah bahwa masih banyak mereka yang lebih kekurangan dari kita. Ketika kita diatas awan, ingatlah bahwa kesenangan sifatnya sementara. "Roda kehidupan akan selalu berputar, nak." itu nasehat ayah dan ibuku di saat mereka melihat aku dan adikku mulai jenuh dengan keadaan.

Ayahku seorang korban PHK. Siapa yang harus disalahkan? Pemerintah? atau oknum lain? AKu dan keluarga ku tidak mau ambil pusing. Buat kami, life must go on. Kami tidak boleh menyerah sama keadaan. Setiap hari, aku melihat ayahku berangkat ke bengkel kecil nya. Mengenakan kaos dan celana pendek serta tas yang berisi beberapa dokumen penting dan alat-alat yang juga penting. Apa yang dikerjakan? Ayahku mengerjakan berbagai pesanan batu gerinda. Untungnya tidak seberapa. Namun, kami tetap syukuri itu. Karena, kami tahu, semua itu, besar atau kecil nya uang yang kami terima, adalah anugerahNYA. Saat siang hari, ayahku menyempatkan untuk pulang. Makan siang di rumah dengan lauk seadanya. Ia selalu bilang supaya kami semua harus lebih irit sekarang. Ibu ku juga memberi nasehat yang sama kepada ku dan adikku. Ia menyadari bahwa hidup di usia remaja seperti kami saat ini memang ingin merasakan banyak senang-senang, hang out sama temen-temen, dan sebagainya. Tapi, kami (aku dan adikku) selalu diminta pengertiannya. Kami juga selalu berusaha mengerti kedua orang tua kami. Meskipun, kadang aku dan adikku merasa jenuh dan menuntut banyak hal, namun kedua orang tua ku tetap memberi pengertian, perhatian, dan kesabaran.

Ayah, Ibu, terima kasih banyak. Kalian selalu memberi kasih sayang, cita kasih, dan pengorbanan yang besar buatku. Di dalam setiap doa kalian, aku selalu ada. Bahkan, kalian rela merasakan yang paling akhir merasa bahagia. Aku sayang kalian. Aku bahkan tidak akan pernah bisa membalas besarnya cinta kasih dan pengorbanan yang kalian berikan. Aku hanya bisa berdoa, agar kalian terus diberikan ketabahan, kesehatan, dan kedamaian.




with love,
your daughter